Djoko menceritakan, informasi telah dipatenkannya kerajinan tempurung kelapa itu diketahui dari pembeli lainnya yang juga berada di Prancis."Kasus ini harus dijadikan pelajaran bagi semua pihak di daerah ini," katanya.
Ia mengatakan pelaku yang mematenkan kerajinan tempurung kelapa itu awalnya sudah lama menjalin kerjasama dengan perajin di beberapa sentra di Lombok Barat. Namun kontrak kerja sama tiba-tiba diputuskan oleh pembeli sehingga membuat perajin kelimpungan. "Pemerintah daerah mencarikan pembeli lain yang juga berasal dari Prancis, dan tertarik dengan kerajinan tempurung kelapa tersebut," ujarnya.
Menurutnya, setelah terjalin kerjasama, pembeli yang kedua baru menyadari bahwa kerajinan tempurung kelapa yang diimpor dari Lombok sudah dipatenkan di Prancis, sehingga dia harus membayar royalti kepada pembeli pertama yang dulu menjadi mitra perajin daerah ini.
Pemerintah berjanji mengambil langkah preventif dan berhati-hati dalam memfasilitasi perajin dengan pembeli sehingga pencaplokan komoditas kerajinan tempurung kelapa tidak menimpa produk kerajinan lain seperti gerabah banyumulek dan anyaman ketak.
Para perajin juga difasilitasi untuk mengajukan hak paten dari produk yang diciptakannya ke Direktorat Jenderal (Dirjen) HAKI. "Kami tidak pernah membayangkan bahwa pembeli akan mempatenkan produk kerajinan tempurung kelapa karena selama transaksi pengiriman barang sejak 1990-an tidak pernah ada masalah," ujarnya.
Redaktur: Siwi Tri Puji
Sumber: Ant/Republika
0 komentar:
Posting Komentar